Anak yang Nakal, atau Orangtua yang Nakal ???
Oleh : Elsya Pratiwi
Jika
kita sedang membaca berbagai artikel di internet, banyak sekali yang mengulas
mengenai anak nakal, tips untuk menghadapi anak nakal, cara menangani anak
nakal, dan semacamnya. Sebagai orangtua atau guru pernahkah terlintas difikiran
mengenai bagaimana jika sebenarnya orangtua lah yang nakal? Pernah kah terfikir
bagaimana mendidik diri sendiri untuk tidak menjadi orangtua yang “nakal”?
Anak
merupakan anugerah terindah yang diberikan Tuhan kepada orangtua. Ketika
seorang anak lahir dia adalah individu yang memiliki potensi untuk mengkonstruk
lingkungan sekitarnya. Dan, orangtua lah teman pertama yang akan mengajarkan
anak mengenai berbagai hal. Iya, teman. Jika ingin menjadi orangtua yang baik
mulailah dengan menyebut dirimu sebagai teman nya.
Banyak sekali sekolah untuk menjadi
dokter, guru, insinyur, polisi, dan lain-lain. Tetapi, tak ada sekolah untuk
menjadi orangtua yang baik.
Dalam
mendidik anak, orangtua kebanyakan meniru apa yang didapatnya dahulu dari
orangtuanya. Mereka akan meniru pola asuh yang mungkin sudah membudaya.
Padahal, untuk setiap anak memiliki karakter yang berbeda, dan orangtua harus
menyesuaikan pola asuh sesuai dengan karakter anak.
Menjadi
orangtua tidaklah mudah. Namun anehnya, sekarang mudah sekali para pemuda
memutuskan untuk menjadi orangtua. Tamatan SMP bahkan SD sudah banyak yang
memiliki anak. Jika untuk bekerja sebagai buruh pabrik saja, kalian memerlukan
ijazah SMA sederajat. Mengapa untuk menjadi orangtua ijazah SD saja sudah
cukup? Miris bukan? Padahal, menjadi orangtua adalah pekerjaan tersulit. Mereka
harus mendidik individu baru untuk bisa survive
di dunia ini.
Oleh
karena itu, dalam mendidik anak orangtua seringkali meremehkan hal kecil yang
sebenarnya sangat fatal untuk perkembangan anak. Misalnya saja, sering menyebut
anaknya dengan sebutan “anak nakal”. Labeling seperti itu, jika sering
dilakukan akan terpatri dalam memori anak dan membuat anak meyakini kalau dia
memang benar-benar nakal. Dari hal tersebut saja, bisa terlihat bukan bahwa
sebenarnya orangtua lah yang nakal?
Anak nakal, karena ada penyebab dan
alasannya. Bisa jadi orangtua lah yang menjadi alasannya.
“kamu
nakal, lari-lari terus, main kotor-kotoran padahal baru habis mand”
“kamu
nakal, berantakin mainan terus”
“kamu
nakal, main hp terus”
“kamu
nakal ngompol dicelana, gamau ngerjain PR, ga nurut sama mamah”
Wah
wah. Banyak sekali ya label nakal yang diberikan orangtua kepada anak. Anak
melakukan hal yang menurut orangtua “nakal” karena mereka memang anak-anak.
Begitulah anak-anak diciptakan. Bukannya justru aneh jika melihat anak kita
diam saja nonton tv, atau duduk di sofa seperti orang dewasa?
Seringkali
orangtua hanya bisa melarang anak, tanpa menjelaskan alasan mengapa hal itu
tidak boleh dilakukan. Disitulah letak kenakalan orangtua. Anak-anak tentu
tidak mengerti ketika dia dilarang main hujan-hujanan karena menurutnya itu hal
yang sangat menyenangkan. Orangtua lah yang harus menjelaskan agar anak
mengerti. Reasoning seperti itu, jika
menjadi kebiasaan orangtua dalam mendidik anak, akan mengembangkan kemampuan
berfikir anak dan pemahaman anak mengenai segala sesuatu.
Ketika
kita meminta anak untuk melakukan segala sesuatu, berilah dia contoh bagaimana
cara melakukannya. Banyak sekali kasus yang terjadi, orangtua melarang anak
melakukan sesuatu, tetapi dia sendiri melakukan hal itu. Atau orangtua meminta
anak untuk melakukan seuatu, tetapi dia tidak memberi contoh bagaimana
melakukannya.
“apakah
pernah ketika meminta anak beajar, lalu kamu menemaninya belajar. Atau kamu
membaca buku disampingnya yang sedang belajar?”
“apakah
pernah ketika kamu melarang anak memakai gadget, lalu kamu mengajak nya bermain
diluar dan menyimpan gadgetmu?”
Padahal,
orangtua adalah Role model yang segala
sesuatu yang dlakukan orangtua akan ditiru oleh anak. Sebenarnya mudah sekali
mendidik anak menuruti apa yang orangtua inginkan. Cukup dengan, melakukan juga
apa yang anda ajarkan kepadanya. Namun sayangnya yang terjadi justru
sebaliknya, orangtua meminta anaknya belajar, namun ia nya sendiri justru asik
menonton sinetron. Apakah ini yang disebut anak yang nakal?
Meskipun title “orangtua” sudah dimiliki. Namun,
bukan berarti orangtua berhenti belajar. Justru ketika menjadi orangtua banyak
sekali hal yang perlu dipelajari. Stop
mendidik anak dengan mengikuti gaya orangtua kita dahulu. Jadilah orangtua
kreativ yang mendidik anak sesuai dengan potensi yang mereka miliki. Karena,
semua anak berbeda. Dan jangan jadikan perbedaan itu menjadi penyebab anak hancur.