Guru BK = Polisi Sekolah?
Oleh: Elsya Pratiwi
Guru BK = Polisi Sekolah?
Oleh: Elsya Pratiwi
Apa sih
bimbingan konseling itu?
Apa saja
sih tugas Guru BK di sekolah?
Benarkah
guru BK itu polisi sekolah?
Dewasa
ini, dengan bertambah majunya peradaban dan teknologi, menjadikan dunia
pendidikan semakin mudah untuk menemukan eksistensinya. Banyak sekali manfaat
yang dapat diambil bagi segala aspek pendidikan. Namun demikian, banyak juga
konsekuensi yang harus dicarikan solusinya.
Di sekolah,
tentu bisa ditemui banyak sekali masalah terjadi, baik dari segi sistem
pendidikan, guru, maupun siswa. Masalah siswa masih menjadi sorotan utama di dunia
pendidikan. Siswa yang merupakan usia anak-anak dan remaja akan melewati banyak
fase kehidupannya di sekolah, dan banyak sekali fase rentan di dalamnya. Jika
di rumah, orangtualah yang berperan menjadi pendamping anak dalam melakukan
berbagai hal termasuk ketika menghadapi masalah. Bagaimana jika di sekolah?
Siapakah yang membantu siswa? Jawabannya tentu guru. Walikelas biasanya
berperan sebagai orangtua kedua bagi anak. Namun selain walikelas, ada guru
yang secara spesifik diberi tugas untuk mendampingi siswa. Siapakah dia? Tentu
guru bimbingan dan konseling (BK).
Bimbingan dan Konseling merupakan
terjemahan dari istilah Guidance & Counseling dalam bahasa Inggris. Sesuai
dengan istilahnya, maka bimbingan dapat diartikan secara umum sebagai suatu
bantuan. Bentuk bantuan dalam arti “bimbingan“ membutuhkan syarat, bentuk,dan prosedur tertentu serta pelaksanaan tertentu
sesuai dengan dasar, prinsip dan tujuannya.
Bimbingan
dan Konseling merupakan proses bantuan psikologis dan kemanusiaan secara ilmiah
dan professional yang diberikan oleh pembimbing kepada yang dibimbing (peserta
didik) agar ia dapat berkembang secara optimal, yaitu mampu memahami,
mengarahkan, dan mengaktualisasikan diri sesuai tahap perkembangan,
sifat-sifat, potensi yang dimiliki dan latar belakang kehidupan serta
lingkungannya sehingga tercapai kebahagiaan dalam kehidupan.
Fakta di lapangan, keberadaan
Bimbingan dan Konseling (BK) di sekolah identik dengan masalah yang dihadapi
siswa. Banyak siswa yang dianggap bermasalah diarahkan ke guru BK atau biasa
disebut konselor untuk ditangani. Hal ini tidaklah salah, namun juga tidak
terlalu tepat. Ada kecenderungan guru BK ibarat polisi sekolah yang tugasnya
menghukumi siswa bermasalah. Bahkan, siswa merasa tak nyaman berhubungan dengan
guru BK, karena malu dan takut dianggap bermasalah oleh siswa-siswi lainnya.
Seperti itukah wajah BK di sekolah?
Kenyataan
tak dipungkiri apabila siswa kerapkali menjumpai masalah dalam kehidupannya.
Masalah itu dapat berupa masalah pribadi, sosial, karir, pendidikan, dan lain
sebagainya. Pada titik ini, ada siswa yang bisa mengatasi masalahnya tanpa
intervensi pihak lain. Di sisi lain, ada siswa yang membutuhkan intervensi pihak
lain untuk menyelesaikan masalahnya.
Selama ini,
peran dan citra seorang guru BK di mata murid dan masyarakat cenderung negatif.
Guru BK seolah-olah hanya sebagai satpam dan polisi sekolah, dimana guru BK
identik dengan tugas memarahi dan menasihati anak bermasalah. seperti berdiri
di depan pintu gerbang menunggu siswa yang terlambat, menghakimi siswa yang
berkelahi, bahkan guru BK memegang POIN pelanggaran sekolah. Dengan berbagai
anggapan tersebut, maka jarang sekali siswa-siswi yang mau menemui guru BK di
ruangannya, karena mereka takut dan banyak yang beranggapan setiap siswa yang
datang ke ruang BK adalah siswa yang memiliki masalah.
Faktor lain
adalah fungsi dan peran guru BK belum dipahami secara tepat, baik oleh pejabat
sekolah maupun guru BK sendiri. Di banyak sekolah, ada guru BK yang bukan
berlatar belakang pendidikan BK. Mungkin guru tersebut memang mampu menangani
siswa, yang biasanya dikaitkan hanya pada kenakalan siswa semata. Namun,
seorang guru BK perlu memahami prinsip-prinsip pelaksanaan BK, terutama prinsip
yang berkenaan dengan masalah individu siswa. Ada pula guru BK yang berfungsi
ganda dengan memerankan beragam jabatan misalnya, disamping sebagai guru BK dia
juga menjabat wali kelas dan atau guru piket harian. Akibatnya, dia terlibat
dalam penegakan tata tertib sekolah, pemberian hukuman, dan atau tindakan razia
yang merupakan tindakan yang dibenci oleh siswa. Fenomena lain yang terlihat
adalah sekolah tidak menyediakan fasilitas ruang konseling yang memadai. Ruang
konseling dianggap sama dengan ruang kerja guru BK sehingga terwujud apa
adanya. Padahal ruang konseling itu memiliki desain interior tersendiri dan
tata letak furnitur yang diatur sesuai dengan orientasi teori konseling dan
terapi yang diterapkan seorang konselor terhadap konselinya.
Guru BK juga patut mengetahui ttg pergaulan remaja mengingat prmasalahan siswa smkin kompleks
ReplyDeleteIyaaa memang sedih ya kalo mendengar seruan guru BK sebagai polisi sekolah. Sepertinya kinerja guru bk di beberapa tahun silam masih sangat melekat, dimana guru BK bebas melaukan apapun untuk menghakimi siswa/siswi yang bermasalah terutama di lingkungan sekolah. Di tambah lagi dengan tayangan-tayangan di televisi yang masih saja menampilkan guru BK dengan gambaran seorang guru yang 'hobi' memarahi dan menghukum siswanya. Sungguh sangat miris melihat tayangan tersebut. Itu yang tidak jarang membuat guru BK mendapat penilaian yg negatif dan bahkan ditakuti oleh para siswa-siswi di sekolah.
ReplyDeletePadahal sekarang ini kita (mahasiswa BK) belajar mati-matian untuk dapat menguasai pendeketana beserta teknik-teknik konseling dengan tujuan membantu masalah-masalah yang dihadapi konseli, termasuk para siswa di sekolah kelak. Jadi ya kecewa aja niat baik kita dalam mempelajari BK, tp kelak nanti kita malah diberikan pandangan buruk.
Kita perlh berusaha keras untuk memperbaiki nama guru Bimbingan dan Konseling sebagai konselor sekolah dan bukan sebagai polisi sekolah.
Thanks.